7 Jan 2012

Sang Pemimpi by Andrea Hiratta


Daftar isi daratan ini, mencuat dari perut bumi laksana tanah yang dilantakkan tenaga dahsyat kataklismik. Menggelegak sebab lahar meluap-luap dibawahnya. Lalu membumbung di atasnya, langit terbelah dua. Di satu bagian langit, matahari rendah memantulkan uap lengket yang terjebak ditudunhi cendawan gelap gulita, menjerang pesisir sejak pagi. Sedangkan di belahan yang lain, semburan ultraviolet menari-nari di atas permukaan laut yang bisu bertapis minyak, jingga serupa kaca-kaca gereja, mengelilingi dermaga yang menjulur ke laut seperti reign of fire, lingkaran api. Dan di sini, di sudut dermaga ini, dalam sebuah ruangan yang asing, aku terkurung, terperangkap, mati kutu.

Aku gugup. Jantungku berayun-ayun seumpama puchabag yang dihantam beruntun seorang petinju. Berjingkat-jingkat di balik tumpukan peti es, kedua kakiku tak teguh, gemetar. Bau ikan busuk yang merebak dari peti-peti amis, di ruangan yang asing ini, sirna dikalahkan rasa takut.

Jimbron yang tambun dan invalid kakinya panjang sebelah terengah-engah di belakangku. Wajahnya pias. Dahinya yang kukuh basah oleh keringat, berkilat-kilat. Disampingnya, Arai, biang keladi seluruh kejadian ini, lebih menyedihkan. Sudah dua kali ia muntah. Ia lebih menyedihkan dari si invalid itu. Dalam situasi apapun, arai selalu menyedihkan. Kami bertiga baru saja berlari semburat, pontang-panting lupa diri karena dikejar-kejar seorang tokoh paling antagonis. Samar-samar, lalu semakin jelas suara langkah sepatu terhujam geram di atas jalan setapak yang ditaburi kerang-kerang halus. Kami mengendap. Tersengal Arai memberi saran. Seperti biasa, pasti saran yang menjengkelkan “Ikal… aku tak kuat lagihh… habis sudah napasku…kalian lihat para-para itu…?”.

Download Sang Pemimpi by Andrea Hiratta disini….

0 Tanggapan:

Posting Komentar

Berkomentarlah yang baik.